sintungtelu.blogspot.co.id - Beberapa hari
yang lalu mendengar beberapa informasi angin yang masih belum jelas benar apa
tidaknya, pada hari senin, (3/7/17) bersama tiga orang sahabat sebut saja
namanya Irvan, Hardiyono, dan Rollie. Kami melangkahkan kaki demi sebuah
jawaban dan kepastian, dengan menunggangi sebuah kuda besi menuju lokasi
yang dikatakan akan ada Ritual Tiwah Massal di salah satu Kecamatan di
Kota Palangka Raya. Dengan membawa sebuah harapan hati yang ingin melihat
prosesi Ritual Tiwah.
Sesampai di
lokasi bertepatan di Balai Basarah yang dinamakan Balai Saramin Nahutu Sali
Rabia Mahantis Paturung Kel. Kereng Bangkirai Kec. Sabagau Kota Palangka Raya. Dilokasi
bisa dikatakan masih sunyi dari aktivitas entah itu dikarena kami datang sudah
sore hampir malam atau ritualnya masih belum dimulai karena hanya terdepat
beberapa orang disana yang kemungkinan keluarga yang ikut melaksanakan Tiwah
sedang bersih-bersil lingkungan balai, kami
pun melanjutkan langkah kaki melihat beberapa persiapan ritual yang sudah
disiapkan tapi masih belum terlihat Sapundu
tempat mengikat hewan Kurban dan disana ada beberapa “pali” atau pantangan yang tidak boleh dilakukan saat Tiwah
antaranya yang tidak boleh dimakan berupa sayuran kulat, ujau, bajei, singkah
uwet/ bajugan/ru, kalakai, bua botong, tungkul munus/tungkul pisang/sangeh. Untuk
hewan bahasa dayaknya metu berupa palanduk, karahau, bajang, bawui himba,
handipe, metu jehantarap, bakei, beruk, buhis, kalasi, bajuku, bere, baning dan
untuk jenis ikan yang dipalikan saluang, tampala, undang sahep, sapan,
kalakasa, kakulung, tatawun, manjuhan dan tahuman.
Begitu juga
ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan pada saat upacara atau di
lokasi Tiwah seperti dilarang melakukan perbuatan asusila, mengeluarkan
kata-kata jorok, berkelahi, melakukan judi, minum minuman keras yang sampai
mengganggu kententraman dan ketertiban, jika ada yang melanggar pasti akan
mendapatkan sanksi.
Tiwah sendiri
merupakan rukun kematian tingkat akhir yang dilakukan oleh umat Hindu
Kaharingan yang sampai sekarang masih diyakini. Tiwah adalah ritual untuk
menghantarkan roh/arwah “liaw”
leluhur atau sanak saudara yang sudah meninggal untuk disucikan sehingga bisa
menyatu atau mengembalikannya kepada Sang Pencipta Ranying Hatalla Langit atau
mengantarkan roh menuju surga dalam bahasa Sangiang “Lewu Tatau”.
Tiwah merupakan
contoh nyata perilaku wujud dari bakti dan cinta kasih yang dilakukan oleh
keluarga, sanak saudara, anak dan cucu yang masih hidup kepada orang tua atau
orang yang sudah meninggal. Hal ini dilihat dari semangat gotong royong yang
menjadi ciri khas kehidupan dan budaya Indonesia terkhususnya suku Dayak. Terkadang
saya mendengar perkataan sebagian orang yang hal ini kuan au au au, bahwa biaya
untuk Tiwah mahal, rumit dilakukan harus ini dan itu dan lain sebagainya. Menurut
saya mereka yang mengatakan hal itu tidak lain dan tidak bukan adalah mereka
yang lupa akan wujud cinta kasih dan nilai gotong royong itu sendiri.
Padahal melakukan
ritual tiwah tidak semahal dan seribet yang mereka kira jika semuanya dilandasi
oleh nilai-nilai gotong royong, Tiwah bisa diadakan bersama-sama seperti yang
sekarang yaitu Tiwah Masal. Dengan beberapa keluarga mengumpulkan uang
bersama-sama untuk mengadakan upacara Tiwah dengan begitu saya rasa tidak akan
menjadi beban dan jika memang mampu tidak salah menanggung semua sendiri. Ambil
contoh saja biasanya yang di Tiwahkan mempunyai anak 10 lah kita ambil
banyakknya belum lagi keluarga dan cucu
yang banyak dan sudah sukses, jika Tiwah memerlukan biaya 40 juta bagi 10 satu
anak hanya 4 juta masih belum seberapa dibandingkan perjuangan orang tua yang
sudah menghidukan dan membersarkan kita sehingga bisa menjadi sekarang dan
apalagi dengan bantuan dan dukungan dari pemeritah sekarang sangat meringankan
kita, dengan demikian menurut saya tidak ada alasan lagi Tiwah itu harus
mengeluarkan uang yang banyak.
Kembali ke
pembahasan, upacara Tiwah tidak ditentukan waktu pelaksanaan kapan ini bisa
dilakukan sesuai kesiapan dari keluarga
yang ditinggalkan dan yang memimpin pelaksanaan upacara Tiwah pun adalah para Rohaniawan Hindu Kaharingan yang
di sebut “Basir” . puncak ritual
Tiwah sendiri yaitu memasukkan tulang belulang yang digali dari kubur di cuci
bersih dan sudah disucikan melalui ritual khusus ke dalam sandung. Namun sebelumnya
terlebih dahulu digelar acara penombakan hewan kurban seperti kerbau, sapi,
babi dan ayam yang nantinya akan dibersihkan dan dimasak bersama lalu menjadi
lauk untuk dimakan oleh tamu undangan dan seluruh masyarakat yang hadir dari
manapun berada tanpa terkecuali sabagai wujud sukur keluarga sehingga sudah
bisa meniwahkan orang tau atau saudaranya yang sudah meninggal.
Biasanya Tiwah
menjadi sasaran bagi wisatawan karena Tiwah juga menjadi daya tarik yang
menurut mereka menjadi objek wisata yang unik dan khas yang hanya dilakukan
oleh masyarakat dayak yang masih memegang keyakinan Kaharingan di Kalteng. Bagi
yang ingin melihat prosesi ritual Tiwah bisa datang langsung ke lokasi, karena
menurut informasi yang didapatkan Tabuh
pertama akan diadakan pada tanggal 20 Juli 2017 dan tabuh kedua 21 juli 2017,
jangan lupa jaga etika dan sikap kita sebagai mana kita mencintai warisan leluhur
karena disana terdapat beberapa hal yang boleh dan tidak boleh kita lakukan. (RAI)
Dari Kiri-Kanan Irvan, Hardiyono, Saya (RAI), Rollie |
No comments:
Post a Comment