Sumber : Facebook Alfi |
sintungtelu.blogspot.co.id - Kali ini saya ingin membuat sanggahan
sedikit tentang Status seorang pemuda pengguna Facebook yang memposting “Sejarah
Singkat Sanaman Lampang & Mantikei” dari buku Sanaman Lampang “Besi
Mengapung” yang ditulis oleh Ibu Nila Riwut. Bunyi status seorang pemuda
tersebut berbunyi demikian dan saya lampirkan screenshot statusnya.
“Sejarah
singkat Sanaman Lampang & Mantikei Diyakini bahwa pada masa awal
penciptaan, dibukit batu Nindan Tarung Kereng Liang Bantilung Nyaring yang
letaknya di alam atas, telh hadir tga saudara kembar. Mereka adalah putra dari
Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut dan Kahungkup Bungking Garing. Olh
kedua org tuanya, ketiga putra yg lhir bersamaan tersebut diberi nama : Raja
Sangen, Raja Sangiang ,dan Raja bunu. Setelah Meningkat dewasa, pada saat
ketiganya mandi dtepian sungai dibukit batu nindan tarung kereng liang
bantilung nyaring, mereka menemukan sepotong sanaman(besi) yg ujungx timbul di
permukaan air dan bagian pangkalx tenggelam. Besi tersebut berasal dari Ranying
Hatalla dan Jata Balawang Bulau yang memng diberikan kepd mereka bertiga.
Setelah temuan dilaporkan dan di bicara kan bersama dengan ayahanda mereka,
lalu mereka sepakat bahwa besi tersebut dijadikan pusaka yg berbentuk MANDAU,
mandau yg terbuat daei besi yg timbul diberi nma sanaman lampang dan menjadi
milik Raja Sangen dan Raja sangiang krena pada saat ditemukan mereka berdualah yg
pertama kali menyentuhnya. Raja Bunu mendapat pusaka yg dibuat daei besi yg
tenggelam dan diberi nm sanaman mantikei setelah pusaka dterima, mereka menjadi
sangat gemar berburu.
Suatu hari,
ayah mereka berpesan agar apabila mereka berburu, jgn menuju BUKIT ENNGANG
PENYANG. Semula larangan tersebut mereka taati, namun akhirnya tidak mereka
pedulikan. Di bukit ENGGANG PENYANG mereka bertemu GAJAH BAKAPEK BULAU, Unta
hajaran Tandang Barikur Hintan. Ketika tiga bersaudara berebut binatang
buruannya, suara mereka terdengar olh ayahandanya. Tunggul Garing Janjuhuman
Laut segera mencari dan menyusul ketiga putranya. Pada saat itu raja sangen
menikam gajah buruan mereka dengan pusakanya hingga darah bercucuran. Ketika
luka tersebut diusap olh ayah mereka manyamei, luka tersebut pulih tanpa bekas.
Begitu pula ketila RAJA SANGIANG melakukan hal yg sma. Akan tetapi ketika RAJA
BUNU menikam gajah tersebut, luka akibat tikamannya tidak dapat disembuhkan
sekalipun telah diusap olh ayah mereka. bahkan pada akhirnya GAJAH BAKAPEK
BULAU, Unta Hajaran Tandang Barikur Hintan mati.
Salam Tabe
akan pahari,mama mina samandiai ......!!! Amun tge dai lanjutan penjelasan
mohon ditambahkan......?? Awi aq baya menulis je tge melai buku tuh ih En mohon
maaf mun tge penulisan je sala lh. Hehehhee”
Tulisan tersebut
di post pada tanggal 28 Juli 2017 pukul 20.19 WIB oleh pemiliki akun facebook
atas nama Alfi. Tidak berselang lama tulisan tersebut dihampiri oleh beberapa
pengguna facebook lainnya, dengan beragam komentar ingin mengklarifikasi status
tersebut, karena status tersebut identik dengan kepercayaan Hindu Kaharingan
kisah tentang Raja Bunu, Raja Sangen dan Raja Sangiang yang di Anugrahkan Oleh
Ranying Hatalla Langit Jatha balawang Bulau Tuhan Yang Maha Esa sebuah Sanam
Lampang dan Leteng (Sanaman “Besi” Lampang “Mengapung” dan Leteng “Tenggelam”).
Salah satu
pengguna Facebook atas nama Andri Ptra’kalteng menyanggah demikian “dha bara gajah bakapek bulau te je jadi amas
intan dak jemahasur mambisa lewu dayak, amun mantikei kau maff lah bara daha
rajan bawuy dak basaluh jadi batu.. baracun jia tau sembarang kalunen mimbing
ah.. nah pas tege ank raja bunu dak ara te pangkalima sampung balauku dohop
dengan sahabat je gaib due biti hapa manduan sanaman jite,, palus ih ye mangua
jdi mandau..,jdi te senjata pertama uluh dyk dohong beken mandau, mandu haru
kadue.. dak, sedang kan je tau manguwan mandau sanaman mantikei tikas keturan
sampung deng bungai ewen ih dak”
Pemuda pemilik
status pun menTag mungkin kerabat atau saudaranya ingin memastikan kembali yang
mana yang benar karena ada sebuah sanggahan bahwa pusakan yang dibuat dari besi
tersebut menjadi Dohong, yang dia tulis besi yang didapatkan Raja Bunu, Raja
Sangen dan Raja Sangiang dibuat menjadi pusaka yang berbentuk Mandau.
Berbagai komentar
pun bermunculan ingin meluruskan yang sebenarnya, termasuk Basir Akon Alpianto
Rohaniawan Hindu Kaharingan “Tanjaru ewen
ken Alfi amun manjadi Mandau, sala buku kau ken ela lalau baca ndai amun aut
jite, mamam sumasir tuh je Tawan auh jikau” karena tadi semua komentar
menggunakan bahasa dayak kemungkinan ada yang tidak paham mungkin bisa saya
bantu terjemahkan sedikit, kometar Basir Akon sembari meluruskan dan bercanda
gurau seperi ini intinya “Tidak benar/Bohong sdr Alfi kalau menjadi Mandau,
salah buku itu jangan dibaca lagi kalau isinya seperti itu, om kamu Sumasir ini
yang tau tentang itu” mungkin begitulah terjemahan komentar tersebut.
Komentar tersebut
ditambah oleh penggunaan akun Opi Berneo yang berbunyi demikian “Sawan Manyamei Tunggul Garing gin sala. Je
sala kau mnampa kontra akan je dia ktawan. Mkax barimae kia kpintar je mnampa
kamameh te. Keleh sinde2 mbasa PANATURAN Kitab Kaharingan te ih. Ampin klunen
wyah tuh, je Kaharingan sejati gin dia ta ye mnder ngesah ah andau2 alem2. Basir Akon Apianto mngesah ah gin mn tge paramun gawi, jte gin dia lepah. Aneh
bin ajaib ampin klunen, hndak klunen sila puntunge......” yang artinya
Istri Manyamei Tunggul Garing juga salah, yang salah ini membuat kontra untuk
yang tidak tau,…………….., coba sekalian membaca PANATURAN Kitab Kaharingan…………)
mungkin sekilas seperti ini lah intinya bahwa Opie Borneo ingin mengajak mereka
lebih baik baca Kita Suci Hindu Kaharingan PANATURAN yang lebih akurat seperti
itu lah kurang lebihnya.
Keterbatasan
pengetahuanpun membuat saya mengembalikan diri kepada Kitab Suci agama yang saya
anut yaitu Kitab Panaturan. Dari tulisan dan komentar pun mengajak saya untuk
mencari tau kebenaran akan tulisan tersebut yang mana sih yang menjadi pedoman
dan yang bisa saya percayai. Sayapun kembali membuka Kitab Panaturan demi
sebuah jawaban pasti. Dari tulisan singkat tersebut yang dimuat oleh saudara
Alfi dari buku Ibu Nila Riwut yang berjudul Sanaman Lampang “Besi Mangapung”. Ada
beberapa pernyataan di tulisan tersebut yang membuat orang menjadi pro maupun
kontra, pertama disitu menyatakan “….mereka
bertiga. Setelah temuan dilaporkan dan di bicara kan bersama dengan ayahanda
mereka, lalu mereka sepakat bahwa besi tersebut dijadikan pusaka yg berbentuk
MANDAU, mandau yg terbuat daei besi yg timbul diberi nma sanaman lampang dan
menjadi milik Raja Sangen dan Raja sangiang….” Ditulisan itu menyatakan
Berbentuk Mandau/Mandau dan menurut sanggahan beberapa akun menyatakan bukan Mandau
melainkan Duhung. Kedua disitu menyatakan “…..Mereka adalah putra dari Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut dan
Kahungkup Bungking Garing….” Disitu menyatakan nama Istir Manyamei Tunggul Garing
Janjahunan Laut dengan nama Kahungkup Bungking Garing,kalau Hindu Kaharingan
Pasti tau nama Ibu dari Raja Bunu, Raja Sangen dan Sangiang. Sayapun sepakat
mencari jalan tengah untuk memastikan kebenaran tersebut agar tidak salah
persepsi bagi saya sendiri maupun masyarakat luas.
Untuk menjawab
benar apa tidaknya besi yang dibuat menjadi senjata Pusaka berbentuk Mandau atau
Duhung, saya membuka Kitab Panaturan Pasal 23 Tentang Raja Sangen, Raja Sangiang
dan Raja Bunu Dianugrahkan saya mengutip Pasal 23 Ayat 14:
“Ie Ewen Sintung Telu palus hajalukan sanaman
te, akan uluh tingang apange hayak janjaruman panalataie hila sanaman ije
lampang, tuntang hila sanaman je leteng; Hayak balaku umba uluh tingang apange
nabasa sanaman te manjadi Duhung Papan Benteng, Ranying Pamdereh Bunu tuntang
Sipet Lumpang Nanjeman Penyang” yang artinya mereka bertiga langsung
memberikan besi itu kepada Ayahnya dan memberitahukan tentang segalanya yang
telah terjadi, bahwa besi itu dibagian ujungnya timbul dan bagian pangkalnya
tenggelam, serta bersama itupun mereka bermohon kepada ayahnya agar membuat
besi itu menjadi. Duhung Papan Benteng, Ranying Pandereh Bunu, dan Sipet
Lumpung Nanjeman Penyang.
Selanjutnya untuk
mencari jawaban benar apa tidak nama istri dari Manyamei Tunggul Garing
Janjahunan Laut, yang ditulis dengan nama Kahungkup Bungking Garing, saya
mengukit Pasal 23 Ayat 16:
“Ie Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut
ewen ndue Kameluh Putak Bulau Janjulen Karangan, kutak-kutak pahalau rawei,
kuae; Jakae RANYING HATALLA ewen ndue JATHA BALAWANG BULAU tau masi karangkan
Lingun uluh Garing taranrang Sintung Telu” artinya Maka Manyamei Tunggul
Garing Janjahunan Laut dan Kameluh Putak Bulau Janjalunen Karangan, berkata
alangkah bahagianya kita jika RANYING HATALLA dan JATHA BALAWANG BULAU, dapat
mengabulkan, Kehendak anak-anakku ini.
Dari beberapa
kutipan diatas dan yang saya baca di Kitap Panaturan bahwa dalam Pasal 23 Ayat
14 sudah menegaskan senjata pusaka yang dibuat oleh Ayahnya adalah Duhung Papan Benteng, Ranying Pamdereh Bunu
tuntang Sipet Lumpang Nanjeman Penyang bukun Mandau ataupun berbentuk Mandau
dan kedua Dalam Pasal 23 Ayat 16 juga menegaskan bahwa nama Istri dari Manyamei
Tunggul Garing Janjahunan Laut adalah Kameluh Putak Bulau Janjalunen Karangan
bukan Kahungkup Bungking Garing. Dalam Pasal 6 tentang Manyamei Tunggul Garing
Janjahunan Laut, Sahawung Tangkuranan Hariran dan Kameluh Putak Bulau Janjulen
karangan, Limut Batu Kamasan Tambun Bertemu, disutu juga menyatakan dengan
jelas Kameluh Putak Bulau Janjulen Karangkan ibu dari Raja Bunu, Raja Sangen
dan Sangiang.
Kesimpulan, pertama, senjata pusaka yang dibuat Oleh
Ayah Raja Bunu, Raja Sangen dan Sangiang bukuan Mandau atau Berbentuk Mandau Tapi
Duhung Papan Benteng, Ranying Pamdereh
Bunu tuntang Sipet Lumpang Nanjeman Penyang. Kedua, nama dari istri
Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut adalah Kameluh Putak Bulau Janjalunen
Karangan bukan Kahungkup Bungkin Garing.
Saran,
sebelum buku disebar luaskan hendaknya diadakan seminar ataupun bedah buku
melibatkan juga lembaga keagaman Hindu Kaharingan maupun organisasi Kepemudaan
dan kemahasiswaa Hindu, agar tidak menjadi kesalah pahaman, sehingga satu sama
lain tidak merasa dirugikan. Semoga isi buku SANAMAN LAMPANG bisa bermanfaat
untuk pembaca dan lebih mengenal Kehidupan orang Dayak Terkhususnya Ajaran
Hindu Kaharinga. Jika salah-salah katan dan hal-hal kurang berkenan saya hanya
ingin tau kejelasan dari pada tulisan yang ada, saya mohon maaf jika tulisan
ini merugikan atau mebuat hati dan sebagainya terluka, niat saya bukan itu tapi
ingin meluruskan. Keterbatasan pengetahuan saya ketika orang menulis dan
mengatakan hal-hal yang menyinggung ke arah ajaran saya, saya kembalikan kepada
Pedoman saya beragama yaitu Kita Suci Panaturan dan Kitap Suci Hindu Lainnya. Semoga
semua Mahluk berbagia. Sahie (RAI)
No comments:
Post a Comment