Jum"at (21/7/17) Tiwah Masal di Kereng Bangkirai Palangka Raya Kalimantan Tengah |
sintungtelu.blogspot.co.id – Ritual Kematian
Tingkat Akhir Agama Hindu Kaharingan yaitu Tiwah, dalam hal Upacara Tiwah
sendiri merupakan upacara Pensucian Roh Leluhur “Liau Haring Kaharingan”. Tiwah juga dipercaya sebagai ritual yang
akan menghantarkan Roh Leluhur menuju surga “Lewu Tatau Diarumpang Tulang Rundung Isen Malalesut Uhat” menyatu
atau kembalinya Atman pada Ranying Hatalla Langit Tuhan Yang Maha Esa.
Selain
sebagai wujud keyakinan bahwa ritual keagaman yang wajib dilaksanakan oleh
seluruh umat Hindu Kaharingan yang berada di daerah Kalimantan Tengah, juga
sebagai bentuk cinta kasih dan bakti yang tulus kepada saudara atau keluarga
yang sudah meninggal, bahwa cinta kasih tersebut tidak hanya di implementasikan
saat semasa masih hidup, tapi cinta kasih tersebut di implementasikan dari
hidup, mati sampai menyatunya Roh kepada Sang Pencipta.
Dalam Ritual
Tiwah sendiri terkandung nilai-nilai luhur adat istiadat dan budaya daerah yang
wajib untuk kita lestarikan, oleh sebab itu generasi Hindu Kaharingan
diharapkan bisa mempertahankan warisan luhur dengan ajaran keagaman yang
diyakini oleh Utus dari Maharaja Bunu dengan ajaran sucinya yang penuh dengan
kemuliaan dan nilai-nilai luhur, religius dan sakral.
Tiwah
sendiri berpedoman pada Kitap Suci Panaturan didalamnya dijelaskan bahwa
Upacara Tiwah yang menjadi pedoman/suntu/contoh untuk utus Raja Bunu dari dulu
hingga sekarang adalah dari Upacara Tiwah Suntu Ain Raja Tantaulang Bulau di
Lewu Bukit Batu Nindan Tarung Kareng Angkar Bantilung Nyaring yang dilaksanakan
oleh Manyamei Tunggul Garing Janjalunen Laut dan Kameluh Putak Bulau Janjalunen
Karangan Balimut Batu dengan tiga orang anaknya Raja Sangen, Raja Sangiang, dan
Raja Bunu.
Seperti yang
ada di Panaturan Pasal 33 Pelaksanaan Tiwah Suntu Ayat 5 berbunyi “Tiwah Suntu Intu Lewu Bukit Batu Nindan
Tarung tuh ilalus, iete suntu akan Raja Bunu, awie ie handak impa muhun akan
Pantai Danum Kalunen, tuntang jetuh kea dapit jeha ije badehen palus katataie
huang pambelum ulun kalunen, ampi jalae ie buli hinje RANYING HATALLA mahurui
jalan ie Tesek Dumah”.
Yang artinya
“Tiwah Suntu di Lewu Bukit Batu Nindan tarung dilaksanakan, yaitu untuk menjadi
contoh bagi Raja Bunu, karena ia akan diturunkan ke Pantai Danum Kalunen, dan
Tiwah Suntu ini tetap dipelihara untuk selama-lamanya dalam kehidupan manusia,
tentang begaimana tatacara mereka kembali menyatu pada RANYING HATALLA, yaitu
dengan sebagaimana ia lahir dan dia hidup di dunia ini”.
Dengan kata
lain upacara Tiwah yang sangat sakral dalam memelihara adat istiadat dan budaya
daerah ini pelaksanaannya berpedoman pada firman Ranying Hatalla dalam Tiwah
Suntu/Contoh yang dilakukan Ian Raja Tantaulang Bulau, dengan demikian menjadi
contoh dan pedoman dalam melakukan ritual Tiwah sehingga apa yang menjadi
Firman oleh Ranying Hatalla dapat dilaksanakan dan dijaga oleh Panakan Raja
Bunu. (#RAI)
No comments:
Post a Comment