Sunday, July 30, 2017

Cara Download Video di YouTube

sintungtelu.blogspot.co.id – kali ini mimin akan berbagi sedikit mungkin ini sangat berguna untuk pembaca mengenai Cara Download Video di YouTube, terkadangan kita bingung nih caranya bisa memiliki video yang ada di YouTube, apa lagi kebetulan ada Wifi gratis, video lucu, lagu yang enak banget didengarin, film yang seru, video untuk tugas sekolah/kuliah dan sebagainya lah tergantung niat mau cari apa di YouTube, untuk nonton di YouTube kita tau sediri kalau menggunakan kouta HP pasti sangat boros. Biasanya mumpung ada wifi gratis kita pasti ingin download video yang kita suka sebanyak-banyaknya, sebagai stok nonton dirumah atau tugas untuk membantu presente di kampus. Tapi kali ini banyak orang terkendala, karena bingung bagaimana cara download video tersebut, mungkin anda salah satu yang bingung cara download video di YouTube.

Baiklah anda jangan cemas kali ini ada sedikit tips yang sering mimin lakukan untuk mendownload sebuah video di YouTube, baik lah kita langsung aja ya, jangan lupa berdoa sebelum mencoba ini “hehehee”.

Kali ini kita akan mengunakan aplikasi dari savefrom.net, langkahnya yaitu sebagai berikut:
1.     Pertama buka YouTube seperti biasa, setalah anda mendownload dan install aplikasi yang mimin bagikan ini, nanti di samping Subscribe akan muncul tombol aplikasi dimana anda bisa mendownload video di YouTube sepuah mu lah “hehehee”. Gambar yang mimin lampiran dibawah ini adalah yang belum terinstal aplikasinya.


2.      selanjutnya kunjungi alamat ini; Klik Disini
3.      Setelah klik link diatas anda akan dibawa ke link tersebut, lalu Klik Unduh;

4.      Setah berhasil di download lalu buka file klik kanan lalu klik Run As Administrator lalu intals seperti biasa, contoh seperti gambar yang dilampir;

5.      Setelah terinstal tutup halaman YouTube andau lalu buka kembali YouTube seperti biasa, setelah itu tada akan muncul tombol aplikasi untuk mendownload video yang ada sukai di YouTube seperi gambar yang mimin lampirkan ini.

6. Ingat ya langkah-langkah ini untuk PC (Komputer, Laptop anda) langkah-langkah ini bukan untuk HP ya "hehee", untuk cara download menggunakan HP nanti mimin bagikan jika pembaca membutuhkan.

Itulah sekilas yang bisa mimin bagikan, semoga berhasil dan bisa dengan mudah mendownload videonya. Jika ini bermanfaat silahkan di Share Cara Download Video di YouTube, indahnya berbagi. (RAI)

Baca juga Tips menggunakan WhatsApp di Laptop

Friday, July 28, 2017

Menyangah Sedikit Postingan Mengenai: Sejarah Singkat Sanaman Lampang & Mantikei"

Sumber : Facebook Alfi
sintungtelu.blogspot.co.id - Kali ini saya ingin membuat sanggahan sedikit tentang Status seorang pemuda pengguna Facebook yang memposting “Sejarah Singkat Sanaman Lampang & Mantikei” dari buku Sanaman Lampang “Besi Mengapung” yang ditulis oleh Ibu Nila Riwut. Bunyi status seorang pemuda tersebut berbunyi demikian dan saya lampirkan screenshot statusnya.

Sejarah singkat Sanaman Lampang & Mantikei Diyakini bahwa pada masa awal penciptaan, dibukit batu Nindan Tarung Kereng Liang Bantilung Nyaring yang letaknya di alam atas, telh hadir tga saudara kembar. Mereka adalah putra dari Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut dan Kahungkup Bungking Garing. Olh kedua org tuanya, ketiga putra yg lhir bersamaan tersebut diberi nama : Raja Sangen, Raja Sangiang ,dan Raja bunu. Setelah Meningkat dewasa, pada saat ketiganya mandi dtepian sungai dibukit batu nindan tarung kereng liang bantilung nyaring, mereka menemukan sepotong sanaman(besi) yg ujungx timbul di permukaan air dan bagian pangkalx tenggelam. Besi tersebut berasal dari Ranying Hatalla dan Jata Balawang Bulau yang memng diberikan kepd mereka bertiga. Setelah temuan dilaporkan dan di bicara kan bersama dengan ayahanda mereka, lalu mereka sepakat bahwa besi tersebut dijadikan pusaka yg berbentuk MANDAU, mandau yg terbuat daei besi yg timbul diberi nma sanaman lampang dan menjadi milik Raja Sangen dan Raja sangiang krena pada saat ditemukan mereka berdualah yg pertama kali menyentuhnya. Raja Bunu mendapat pusaka yg dibuat daei besi yg tenggelam dan diberi nm sanaman mantikei setelah pusaka dterima, mereka menjadi sangat gemar berburu.
Suatu hari, ayah mereka berpesan agar apabila mereka berburu, jgn menuju BUKIT ENNGANG PENYANG. Semula larangan tersebut mereka taati, namun akhirnya tidak mereka pedulikan. Di bukit ENGGANG PENYANG mereka bertemu GAJAH BAKAPEK BULAU, Unta hajaran Tandang Barikur Hintan. Ketika tiga bersaudara berebut binatang buruannya, suara mereka terdengar olh ayahandanya. Tunggul Garing Janjuhuman Laut segera mencari dan menyusul ketiga putranya. Pada saat itu raja sangen menikam gajah buruan mereka dengan pusakanya hingga darah bercucuran. Ketika luka tersebut diusap olh ayah mereka manyamei, luka tersebut pulih tanpa bekas. Begitu pula ketila RAJA SANGIANG melakukan hal yg sma. Akan tetapi ketika RAJA BUNU menikam gajah tersebut, luka akibat tikamannya tidak dapat disembuhkan sekalipun telah diusap olh ayah mereka. bahkan pada akhirnya GAJAH BAKAPEK BULAU, Unta Hajaran Tandang Barikur Hintan mati.
Salam Tabe akan pahari,mama mina samandiai ......!!! Amun tge dai lanjutan penjelasan mohon ditambahkan......?? Awi aq baya menulis je tge melai buku tuh ih En mohon maaf mun tge penulisan je sala lh. Hehehhee”

Tulisan tersebut di post pada tanggal 28 Juli 2017 pukul 20.19 WIB oleh pemiliki akun facebook atas nama Alfi. Tidak berselang lama tulisan tersebut dihampiri oleh beberapa pengguna facebook lainnya, dengan beragam komentar ingin mengklarifikasi status tersebut, karena status tersebut identik dengan kepercayaan Hindu Kaharingan kisah tentang Raja Bunu, Raja Sangen dan Raja Sangiang yang di Anugrahkan Oleh Ranying Hatalla Langit Jatha balawang Bulau Tuhan Yang Maha Esa sebuah Sanam Lampang dan Leteng (Sanaman “Besi” Lampang “Mengapung” dan Leteng “Tenggelam”).

Salah satu pengguna Facebook atas nama Andri Ptra’kalteng menyanggah demikian “dha bara gajah bakapek bulau te je jadi amas intan dak jemahasur mambisa lewu dayak, amun mantikei kau maff lah bara daha rajan bawuy dak basaluh jadi batu.. baracun jia tau sembarang kalunen mimbing ah.. nah pas tege ank raja bunu dak ara te pangkalima sampung balauku dohop dengan sahabat je gaib due biti hapa manduan sanaman jite,, palus ih ye mangua jdi mandau..,jdi te senjata pertama uluh dyk dohong beken mandau, mandu haru kadue.. dak, sedang kan je tau manguwan mandau sanaman mantikei tikas keturan sampung deng bungai ewen ih dak

Pemuda pemilik status pun menTag mungkin kerabat atau saudaranya ingin memastikan kembali yang mana yang benar karena ada sebuah sanggahan bahwa pusakan yang dibuat dari besi tersebut menjadi Dohong, yang dia tulis besi yang didapatkan Raja Bunu, Raja Sangen dan Raja Sangiang dibuat menjadi pusaka yang berbentuk Mandau.

Berbagai komentar pun bermunculan ingin meluruskan yang sebenarnya, termasuk Basir Akon Alpianto Rohaniawan Hindu Kaharingan “Tanjaru ewen ken Alfi amun manjadi Mandau, sala buku kau ken ela lalau baca ndai amun aut jite, mamam sumasir tuh je Tawan auh jikau” karena tadi semua komentar menggunakan bahasa dayak kemungkinan ada yang tidak paham mungkin bisa saya bantu terjemahkan sedikit, kometar Basir Akon sembari meluruskan dan bercanda gurau seperi ini intinya “Tidak benar/Bohong sdr Alfi kalau menjadi Mandau, salah buku itu jangan dibaca lagi kalau isinya seperti itu, om kamu Sumasir ini yang tau tentang itu” mungkin begitulah terjemahan komentar tersebut.

Komentar tersebut ditambah oleh penggunaan akun Opi Berneo yang berbunyi demikian “Sawan Manyamei Tunggul Garing gin sala. Je sala kau mnampa kontra akan je dia ktawan. Mkax barimae kia kpintar je mnampa kamameh te. Keleh sinde2 mbasa PANATURAN Kitab Kaharingan te ih. Ampin klunen wyah tuh, je Kaharingan sejati gin dia ta ye mnder ngesah ah andau2 alem2. Basir Akon Apianto mngesah ah gin mn tge paramun gawi, jte gin dia lepah. Aneh bin ajaib ampin klunen, hndak klunen sila puntunge......” yang artinya Istri Manyamei Tunggul Garing juga salah, yang salah ini membuat kontra untuk yang tidak tau,…………….., coba sekalian membaca PANATURAN Kitab Kaharingan…………) mungkin sekilas seperti ini lah intinya bahwa Opie Borneo ingin mengajak mereka lebih baik baca Kita Suci Hindu Kaharingan PANATURAN yang lebih akurat seperti itu lah kurang lebihnya.

Keterbatasan pengetahuanpun membuat saya mengembalikan diri kepada Kitab Suci agama yang saya anut yaitu Kitab Panaturan. Dari tulisan dan komentar pun mengajak saya untuk mencari tau kebenaran akan tulisan tersebut yang mana sih yang menjadi pedoman dan yang bisa saya percayai. Sayapun kembali membuka Kitab Panaturan demi sebuah jawaban pasti. Dari tulisan singkat tersebut yang dimuat oleh saudara Alfi dari buku Ibu Nila Riwut yang berjudul Sanaman Lampang “Besi Mangapung”. Ada beberapa pernyataan di tulisan tersebut yang membuat orang menjadi pro maupun kontra, pertama disitu menyatakan “….mereka bertiga. Setelah temuan dilaporkan dan di bicara kan bersama dengan ayahanda mereka, lalu mereka sepakat bahwa besi tersebut dijadikan pusaka yg berbentuk MANDAU, mandau yg terbuat daei besi yg timbul diberi nma sanaman lampang dan menjadi milik Raja Sangen dan Raja sangiang….” Ditulisan itu menyatakan Berbentuk Mandau/Mandau dan menurut sanggahan beberapa akun menyatakan bukan Mandau melainkan Duhung. Kedua disitu menyatakan “…..Mereka adalah putra dari Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut dan Kahungkup Bungking Garing….” Disitu menyatakan nama Istir Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut dengan nama Kahungkup Bungking Garing,kalau Hindu Kaharingan Pasti tau nama Ibu dari Raja Bunu, Raja Sangen dan Sangiang. Sayapun sepakat mencari jalan tengah untuk memastikan kebenaran tersebut agar tidak salah persepsi bagi saya sendiri maupun masyarakat luas.

Untuk menjawab benar apa tidaknya besi yang dibuat menjadi senjata Pusaka berbentuk Mandau atau Duhung, saya membuka Kitab Panaturan Pasal 23 Tentang Raja Sangen, Raja Sangiang dan Raja Bunu Dianugrahkan saya mengutip Pasal 23 Ayat 14:

Ie Ewen Sintung Telu palus hajalukan sanaman te, akan uluh tingang apange hayak janjaruman panalataie hila sanaman ije lampang, tuntang hila sanaman je leteng; Hayak balaku umba uluh tingang apange nabasa sanaman te manjadi Duhung Papan Benteng, Ranying Pamdereh Bunu tuntang Sipet Lumpang Nanjeman Penyang” yang artinya mereka bertiga langsung memberikan besi itu kepada Ayahnya dan memberitahukan tentang segalanya yang telah terjadi, bahwa besi itu dibagian ujungnya timbul dan bagian pangkalnya tenggelam, serta bersama itupun mereka bermohon kepada ayahnya agar membuat besi itu menjadi. Duhung Papan Benteng, Ranying Pandereh Bunu, dan Sipet Lumpung Nanjeman Penyang.

Selanjutnya untuk mencari jawaban benar apa tidak nama istri dari Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut, yang ditulis dengan nama Kahungkup Bungking Garing, saya mengukit Pasal 23 Ayat 16:

Ie Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut ewen ndue Kameluh Putak Bulau Janjulen Karangan, kutak-kutak pahalau rawei, kuae; Jakae RANYING HATALLA ewen ndue JATHA BALAWANG BULAU tau masi karangkan Lingun uluh Garing taranrang Sintung Telu” artinya Maka Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut dan Kameluh Putak Bulau Janjalunen Karangan, berkata alangkah bahagianya kita jika RANYING HATALLA dan JATHA BALAWANG BULAU, dapat mengabulkan, Kehendak anak-anakku ini.

Dari beberapa kutipan diatas dan yang saya baca di Kitap Panaturan bahwa dalam Pasal 23 Ayat 14 sudah menegaskan senjata pusaka yang dibuat oleh Ayahnya adalah Duhung Papan Benteng, Ranying Pamdereh Bunu tuntang Sipet Lumpang Nanjeman Penyang bukun Mandau ataupun berbentuk Mandau dan kedua Dalam Pasal 23 Ayat 16 juga menegaskan bahwa nama Istri dari Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut adalah Kameluh Putak Bulau Janjalunen Karangan bukan Kahungkup Bungking Garing. Dalam Pasal 6 tentang Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut, Sahawung Tangkuranan Hariran dan Kameluh Putak Bulau Janjulen karangan, Limut Batu Kamasan Tambun Bertemu, disutu juga menyatakan dengan jelas Kameluh Putak Bulau Janjulen Karangkan ibu dari Raja Bunu, Raja Sangen dan Sangiang.

Kesimpulan, pertama, senjata pusaka yang dibuat Oleh Ayah Raja Bunu, Raja Sangen dan Sangiang bukuan Mandau atau Berbentuk Mandau Tapi Duhung Papan Benteng, Ranying Pamdereh Bunu tuntang Sipet Lumpang Nanjeman Penyang. Kedua, nama dari istri Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut adalah Kameluh Putak Bulau Janjalunen Karangan bukan Kahungkup Bungkin Garing.

Saran, sebelum buku disebar luaskan hendaknya diadakan seminar ataupun bedah buku melibatkan juga lembaga keagaman Hindu Kaharingan maupun organisasi Kepemudaan dan kemahasiswaa Hindu, agar tidak menjadi kesalah pahaman, sehingga satu sama lain tidak merasa dirugikan. Semoga isi buku SANAMAN LAMPANG bisa bermanfaat untuk pembaca dan lebih mengenal Kehidupan orang Dayak Terkhususnya Ajaran Hindu Kaharinga. Jika salah-salah katan dan hal-hal kurang berkenan saya hanya ingin tau kejelasan dari pada tulisan yang ada, saya mohon maaf jika tulisan ini merugikan atau mebuat hati dan sebagainya terluka, niat saya bukan itu tapi ingin meluruskan. Keterbatasan pengetahuan saya ketika orang menulis dan mengatakan hal-hal yang menyinggung ke arah ajaran saya, saya kembalikan kepada Pedoman saya beragama yaitu Kita Suci Panaturan dan Kitap Suci Hindu Lainnya. Semoga semua Mahluk berbagia. Sahie (RAI)




Tuesday, July 25, 2017

Awal Mula Burung Tingang dan Arti Warna Bulu Ekor Tingang

sintungtelu.blogspot.co.id – Hutan rimba yang ada di Kalimantan menyimpan sejuta keindahan mulai dari tumbuhan yang hidup disepanjangan hutan memiliki manfaat sehingga bisa digunakan sebagai obat tradisonal. Keindah tersebut melingkupi mahluk hidup penghuni hutan yaitu para satwa yang beraneka jenis menyimpan keindahan dan keunikannya masing-masing, tidak lepas dari itu selain memiliki keuningan dan keindahan, salah satu satwa yang sangat erat dengan kehidupan orang dayak adalah Burung Tingang, disetiap bagian tubuh dari burung Tingang menjadi lambang atau simbol ciri khas dayak, dan simbol burung tinggang pun bisa kita temukan hampir disemua ruang masyarakat dayak dari lukisan, ukiran, pakaian, dan juga di Palangka Raya dijadikan salah satu icon di Bundaran Burung, dan yang masih berpegang teguh kepada ajaran Helu/Kaharingan bulu Ekor Tingang menjadi pelengkap sarana Basarah/Sembahyang.

Awal Mula Burung Tingang dalam ajaran Hindu Kaharingan Burung Tinggang memiliki sejarah yang luar biasa sehingga dalam pelaksanan upacara ritual dan juga basarah tidak lepas dari Bulu Ekor Tinggang, dalam bahasa Sangiang Bulu Ekor Tingang disebut dengan “Dandang Tingang” menurut methologi Agama Hindu Kaharingan burung Tingang adalah salah satu yang merupakan penciptaan dari Ranying Hatalla Langit Tuhan Yang Maha Esa yang awal mulanya adalah melalui perubahan wujud dari Luhing Patung Tingang yang berisi Air Suci Kehidupan “Nyalung Kaharingan Belum” yang terlepas saat Raja Bunu membawanya untuk menghidupkan Kameluh Tanteluh Petak, yang terbang menukit tinggi keatas menjelma menjadi Tingang Rangga Bapatung Nyahu. Saat itulah awal mula penciptan Burung Tingang yang terdapat pada Kitab Suci Panaturan Pasal 27 Ayat 20 dan 21 yang berbunyi:

Ayat 20 “Limbah jadi Luhing Patung Tingang Basuang Nyalung Kaharingan Belum, Guhung Panaling Aseng, Kilen kea Luhing Patung Tingang palus nganderang hayak nunjung taribangae” yang artinya setelah Luhing Pantung Tingang tadi berisi Air Suci kehidupan, tiba-tiba saja Luhing Patung Tingang terlepas terbang menukit tinggi keatas, seraya ia bersuara.

Ayat 21 “Hayak Auh Nyahu Batengkung Ngaruntung Langit, homboh Malentar Kilat Basiring Hawun, Luhing Patung Tingang basaluh manjadi Tingang Rangga Bapantung Nyahu” yang artinya Bersama bunyi Guntur Menggemuruh memenuhi alam semesta, Petir Halilintar menggetarkan buana, Luhing Pantung Tingang kajadian manjadi Tingang Rangga Bapantung Nyahu.

Semenjak itulah awal mula kejadian adanya Burung Tingang  sampai sekarang ini sangat dilindungi oleh umat Hindu Kaharingan, kejadain itu terjadi di Lewu Batu Nindan Tarung, Rundung Kereng Liang Bantilung Nyaring yaitu suatu tempat di alam Atas atau di Tasik Rampang Matan Andau. Burung Tingang “Tingang Rangga Bapatung Nyahu” langsung menepati Lunuk Jayang Tingang, Baringin Tulang Tambariring di Pantai Danum Sangiang.

Salah satu Cri khas Burung Tingang memiliki bulu ekor berwarna hitam dan putih, dimana hitam dihimpit oleh warna putih, memiliki paruh yang cantik, suara yang khas, lantang dan gagah, ukuran tubuh cukup besar, dan burung ini dikenal burung yang sangat setia. Dalam kepercayaan Hindu Kaharingan bulu ekor tingang memiliki makna tersendiri oleh karena itu saat Basarah bulu Ekor Tinggang pasti digunakan dan diletakkan ditengah-tengah dalam sangku, arti atau simbol dari bulu Tingang ini adalah warna putih di atas, diartikan alam kekuasaan Ranying Hatalla Langit, warna hitam di tengah, artinya alam kehidupan manusia di Dunia “pantai danum kalunen” yang penuh dengan pertentangan antara kebenaran (Dharma) dan ketidakbenaran (Adharma), sedangkan warna putih di bawah memiliki arti kesucian yang dapat dicapai manusia melalui sebuah usaha individu melawan ketidak benaran, bila dihubungkan dengan upacara keagaman yaitu sampai kepada Upacara Tiwah (Rukun Kematian Tingkat Akhir Agama Hindu Kaharingan). 

Baca juga, Suntu/Contoh Pertama Tiwah yang Menjadi Pedoman Bagi Hindu Kaharingan

Untuk mengambil Ekor Burung Tingang pun masyarakat mencari yang sudah mati lalu Bulunya diambil dan disimpan sebagai sarana ritual keagaman. Seiring perkebangan zaman sekarang burung yang termasuk spesies yang dilindungi ini di anggap sebagai lambang kesucian, perdamain dan persatuan kini hampir punah dan langka dan sangat sulit ditemukan di Hutan, berkurangnya populasi Burung Tingang disebabkan sebagian habitat rusak oleh penebangan liar, membakar hutan bertuan dan tidak bertanggung jawab, ditambah lagi ulah para pemburu liar yang tergiur akan harga paruh dan bulu burung Tingang yang sangat mahal. Jangan sampai anak cucu kita hanya bisa mendengar cerita, membaca sejarah, melihat foto/gambar dan video, perlu diketahui juga keindahan alam salah satunya adalah hadirnya para satwa, untuk mendapatkan suatu yang indah terkadang kita harus mengeluarkan uang yang banyak atau bisa dikatan mahal, untuk mendapatkan keindah alami kita tidak perlu mengeluarkan uang yang banyak melainkan cukup mebayar dengan menjaga dan merawatnya. (RAI)
Sumber Foto : http://twicsy.com/i/7mobWd

Saturday, July 22, 2017

TIM STAHN TP Palangka Raya: Muncul menjadi juara di PCTA

sintungtelu.blogspot.co.id – Parade Cinta Tanah Air (PCTA) lomba diskusi/uji argument tingkat SLTA Sederajat dan Pengguruan Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah yang rutin diadakan dalam setiap tahunnya, kini kembali digelar pada tanggal 18-19 Juli 2017 di kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Jl. Diponegoro Palangka Raya yang di gagas oleh Kementerian Pertahanan RI bekerjasama dengan Korem 102/PJG, Pemerintah Provinsi dan Kota.

Kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari sebagai wahana mengasah bakat dan menambah wawasan kebangsaan mengambil tema “Dengan Semangat Bela Negara Generasi Muda Mampu Mengatasi Pengaruh Redikalisme, Terorisme, dan Pengaruh Negatif Media Serta Bahaya Nerkoba” diikuti oleh 30 Tim dari perguruan tinggi yang setiap tim terdiri dari 2 orang, kegiatan ini pun pada hari pertama diperutuhkan untuk tingkatan SLTA Sederahat dan hari kedua di  khusus untuk kalangan Mahasiswa.

Kegiatan PCTA pun resmi berakhir Selasa, (19/7/17) dengan mengumunkan sebanyak 3 tim dari tingkat perguruan tinggi sebagai pemenang lomba, dari hasil penilaian dewan juri diumumkan yang menjadi juara 1 dan 2 adalah tim perwakilan dari Universitas Muhammadiyah Palangkaraya (UMP) dan memunculkan tim dari Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) TP Palangka Raya sebagai juara 3 dari tim Pasangan Adiasah dan Nacha Riani.

Salah satu mahasiswa STAHN TP Palangka Raya Mega Riska yang mengikuti lomba PCTA mengatakan, “walau bersama rekan tim saya Pendri tidak mendapat juara, setidaknya kegiatan ini memberikan pengalaman bagi kami selaku mahasiswa untuk menambah pengetahuan akan Cinta Tanah Air dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan diri dan melatih kami untuk berargumen dihadapan orang banyak” Ucapnya.

Mahasiswa tersebut juga menambahkan bahwa perwakilan dari kampus mereka yang mengikuti PCTA ini sebanyak 4 Tim, dia mengatakan “tetap bersyukur dan sangat senang salah satu dari tim sudah mampu membawa nama kampus menjadi juara tiga dari beberapa tim yang mengikuti lomba” tutup mahasiswa Jurusan Pendidikan Hindu tersebut saat ditanya sore hari di Kesbangpol (19/7/17).


Melihat pemberitaan dewasa ini, terutama dimedia sosial banyak pemberitaan dan informasi yang meresesahkan nilai-nilai Khebinekaan yang ada sehingga berdampak negatif bagi masyarakat dari pernyataan yang mengandung provokatif, fitnah dan bahasa-bahasa yang digunakan tidak mencerminkan persatuan dan kesetuan, sehingga gerakan kegiatan seperti ini sangat penting bagi komponen bangsa terkhususnya para generasi muda. (RAI)

Friday, July 21, 2017

STAHN TP Palangka Raya: Adakan Orientasi Jurnalistik Mahasiswa


sintungtelu.blogspot.co.id - Peran penting dan staregis Pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi tantangan kedepan yang makin pesat sehingga diperlukan SDM yang mampu mengembangkan ilmu di bidangnya untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan manusia.

Tridharma Perguruan Tinggi adalah kewajiban untuk menyelenggarakan penelitian, pengabdian pada masyarakat dan salah satunya adalah menyelenggaakan pendidikan sebagai usaha sadar untuk mengembangkan potensi diri mahasiswa yang dalam hal ini Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) TP Palangka Raya mengadakan kegiatan Orientasi Jurnalistik Mahasiswa (OJM) yang diselegarakan di Aula Kegiatan Mahasiswa pada hari Sabtu (22/7/17).

Dihadapan sekitar 90-an lebih mahasiswa yang mengikuti kegiatan OJM, Wakil Ketua STAHN TP Palangka Raya Bidang Kemahasiswaan Budi Widodo, SH, M.H mengharapan kegiatan ini mampu meningkatkan kemampuan dan pemahaman mahasiswa tentang dunia Jurnalistik sebagai peluang untuk meningkatkan SDM terkhususnya di dunia kerja, karena dunia kerja tidak harus menjadi seorang PNS.

Kegiatan OJM yang menghadirkan I Wayan Agus Purnomo, SH dari Tempo Media Group, Zainal Abidin Kepala LKBN Antara Biro Kalteng dan Albert M Sholeh, SS Pimpinan Redaksi Harian Kalteng Pos, mengangkat tema “Melalui Kegiatan Orientasi Jurnalistik Mahasiswa Kita Tingkat Pemahaman Mahasiswa Tentang Dunia Jurnalistik”.


Kegiatan ini pula diharapkan mampu mengembangkan skill dan kemampuan mahasiswa dalam dunia Jurnalistik, sehingga menjadi jurnalis yang profesiol mampu mencari, mengelola dan menyaring berita yang ada pada dewasa ini, sehingga menjadi informasi yang memiliki manfaat dan berdaya guna. (#MR) Editor (#RAI)

Thursday, July 20, 2017

Suntu/Contoh Pertama Tiwah yang Menjadi Pedoman Bagi Hindu Kaharingan

Jum"at (21/7/17) Tiwah Masal di Kereng Bangkirai Palangka Raya Kalimantan Tengah

sintungtelu.blogspot.co.id – Ritual Kematian Tingkat Akhir Agama Hindu Kaharingan yaitu Tiwah, dalam hal Upacara Tiwah sendiri merupakan upacara Pensucian Roh Leluhur “Liau Haring Kaharingan”. Tiwah juga dipercaya sebagai ritual yang akan menghantarkan Roh Leluhur menuju surga “Lewu Tatau Diarumpang Tulang Rundung Isen Malalesut Uhat” menyatu atau kembalinya Atman pada Ranying Hatalla Langit Tuhan Yang Maha Esa.

Selain sebagai wujud keyakinan bahwa ritual keagaman yang wajib dilaksanakan oleh seluruh umat Hindu Kaharingan yang berada di daerah Kalimantan Tengah, juga sebagai bentuk cinta kasih dan bakti yang tulus kepada saudara atau keluarga yang sudah meninggal, bahwa cinta kasih tersebut tidak hanya di implementasikan saat semasa masih hidup, tapi cinta kasih tersebut di implementasikan dari hidup, mati sampai menyatunya Roh kepada Sang Pencipta.

Dalam Ritual Tiwah sendiri terkandung nilai-nilai luhur adat istiadat dan budaya daerah yang wajib untuk kita lestarikan, oleh sebab itu generasi Hindu Kaharingan diharapkan bisa mempertahankan warisan luhur dengan ajaran keagaman yang diyakini oleh Utus dari Maharaja Bunu dengan ajaran sucinya yang penuh dengan kemuliaan dan nilai-nilai luhur, religius dan sakral.

Tiwah sendiri berpedoman pada Kitap Suci Panaturan didalamnya dijelaskan bahwa Upacara Tiwah yang menjadi pedoman/suntu/contoh untuk utus Raja Bunu dari dulu hingga sekarang adalah dari Upacara Tiwah Suntu Ain Raja Tantaulang Bulau di Lewu Bukit Batu Nindan Tarung Kareng Angkar Bantilung Nyaring yang dilaksanakan oleh Manyamei Tunggul Garing Janjalunen Laut dan Kameluh Putak Bulau Janjalunen Karangan Balimut Batu dengan tiga orang anaknya Raja Sangen, Raja Sangiang, dan Raja Bunu.

Seperti yang ada di Panaturan Pasal 33 Pelaksanaan Tiwah Suntu Ayat 5 berbunyi “Tiwah Suntu Intu Lewu Bukit Batu Nindan Tarung tuh ilalus, iete suntu akan Raja Bunu, awie ie handak impa muhun akan Pantai Danum Kalunen, tuntang jetuh kea dapit jeha ije badehen palus katataie huang pambelum ulun kalunen, ampi jalae ie buli hinje RANYING HATALLA mahurui jalan ie Tesek Dumah”.

Yang artinya “Tiwah Suntu di Lewu Bukit Batu Nindan tarung dilaksanakan, yaitu untuk menjadi contoh bagi Raja Bunu, karena ia akan diturunkan ke Pantai Danum Kalunen, dan Tiwah Suntu ini tetap dipelihara untuk selama-lamanya dalam kehidupan manusia, tentang begaimana tatacara mereka kembali menyatu pada RANYING HATALLA, yaitu dengan sebagaimana ia lahir dan dia hidup di dunia ini”.


Dengan kata lain upacara Tiwah yang sangat sakral dalam memelihara adat istiadat dan budaya daerah ini pelaksanaannya berpedoman pada firman Ranying Hatalla dalam Tiwah Suntu/Contoh yang dilakukan Ian Raja Tantaulang Bulau, dengan demikian menjadi contoh dan pedoman dalam melakukan ritual Tiwah sehingga apa yang menjadi Firman oleh Ranying Hatalla dapat dilaksanakan dan dijaga oleh Panakan Raja Bunu. (#RAI)

Saturday, July 15, 2017

Gejala Disleksia


Anak  disleksia  memiliki  perbedaan gejala satu  sama  lain.  Satu-satunya  sifat yang  sama  pada  mereka  adalah  kemampuan  membacanya  yang  sangat  rendah  dilihat dari  usia  dan  inteligensi  yang  dimilikinya.  Setiap  anak  memiliki kecenderungan disleksia,  dan  ada  pula  anak  yang  tidak  disleksia  tetapi  mempunyai  pengalaaman kesulitan membaca.

Anak  disleksia  yang  kidal  dapat  menggunakan  kedua  belah  tangan,  misalnya saat menulis, namun mereka sering kali membaca dari kanan ke kiri. Adapun gejala disleksia ini antara lain:
1.     Ragu-ragu dan lambat dalam berbicara.
2.     Kesulitan  memilih kata  yang  tepat  untuk  menyampaikan  maksud  yang diucapkannya  Bermasalah  dalam  menentukan  arah  (atas – bawah)  dan  waktu (sebelum – sesudah, sekarang-kemarin).
3.     Kesalahan mengeja yang dilakukan terus-menerus, seperti misalnya kata ”gajah” ducapkan  menjadi  ”gagah”. kata  ”ibu”  ducapkan  menjadi  ”ubi”,   kata  ”pipa” menjadi ”papi”
4.     Membaca kata demi kata secara lamban dan intonasi naik turun.
5.     Membalikkan  huruf,   kata,   dan  angka  yang  mirip,   misalnya  b  dengan  p,  u dengan n, kata kuda dengan daku, palu dengan lupa, 2 – 5, 6 – 9.
6.     Kesulitan dalam menulis, misalnya menuliskan namanya sendiri “Rosa” menjadi  Ro5a,  menuliskan  kata  “Adik”  menjadi  4dik  (huruf  S  dianggap  sama dengan angka 5, huruf A dianggap sama dengan angka 4).

Sidiarto, L.D. (2010) perkembangan otak dan kesulitan belajar pada anak.
Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)

Thursday, July 13, 2017

Pasah Patahu, Sahur Panjaga Lewu

sintungtelu.blogspot.co.id - Pada kesempatan ini mengisi waktu karena kemaren begitu padatnya untuk mempersiapkan peryaratan untuk Yudisium, hari ini juma’at (14/7/17) ingin menuliskan sedikit mengenai Pasah Patahu berhubungan beberapa waktu yang lalau sempat berfoto di Pasah Patahu yang berada di Kalimantan Tengah tepatnya di Desa Pamatang Limau Kec. Sepang Kab. Gunung Mas. Ketika kita berkunjung di sebuah daerah khususnya di Kalimantan Tengah terutama di perdesaan, tidak asing lagi kita akan menemukan sebuah rumah kecil yang identik dengan warna Kuning didalam biasanya ada berupa sejen dan dibawahnya ada juga Batu, Batu ini bukan sebarang batu namanya adalah  Batu Patahu yang memiliki symbol kekuatan spiritual diyakini dapat melindungi, membantu dan menolong seluruh masyarakat sekitar, kalau berkunjung kedaerah menemui seperti demikian deskripsi di atas tidak salah lagi itulah yang disebut dengan Pasah Patahu.

Hindu Kaharingan (Hinka) mempercayai sistem kehidupan yang memiliki hubungan antara satu dan yang lainnya dari sesama manusia, mahluk hidup, tumbuhan,alam sampai sesuatu yang tidak kasat mata atau tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, sejak jaman dulu Hinka identik dengan upacara ritual yang memerlukan semangat gotong royong untuk melaksanakannya ambil contoh, Nahunan, Tiwah, Balian, Perkawinan, Menyanggar, Mampas Lewu dan banyak ritual lainnya, tidak heran jika dalam satu ritual pasti melibatkan orang banyak.

Pasah Patahu adalah salah satu tempat untuk memberikan persembahan sesajen kepada Sahur yang mempunyai kekuatan supranatural dan merupakan menifestasi dari kekuasaan Ranying Hatalla Langit Tuhan Yang Maha Esa, biasanya disebut Sahur Parapah, Sahur Parapah masing-masing daerah memiliki nama tersendiri, yang tau nama Sahur biasanya adalah orang-orang tertentu misalnya Para Rohaniawan Hinka dan para tetua yang ada disesa. Sahur Parapah inilah yang diyakini menjaga keharmonisasan dan kelestarian kehidupan alam dan juga melindungi, mambantu, menolong, memberikan kemudahan kepada seluruh masyarakat desa. Jadi kita tidak heran jika setiap daerah pasti memiliki Pasah Patahu penjaga lewu.

Dalam wujud syukur dan rasa terima kasih umat Hindu Kaharingan kepada Sang Pencipta Ranying Hatalla dan segala manifestasinya berkat kekuasan dan kekuatannya sehingga adanya Pasah Patahu yang dihuni oleh Sahur Lewu yang sudah menjaga seluruh masyarakat sehingga terjalinya keharmonisan antara masyarakat, hidup rukun, terciptanya sausana nyaman damai dan segala rezeki yang melimpah, diberikan kesehatan, jauh dari mara bahaya dan terciptanya hubungan yang baik dengan seluruh mahluk hidup maka diadakanlah yang namanya Pakanan Sahur atau Mapas Lewu.


Biasanya setiap saya berkujung kedaerah menumui Pasah Petahu, Pasti meluangkan waktu sebentar untuk memanjatkan doa mohon ijin juga karena kita sudah masuk kedaerah tersebut dan meminta agar segala aktivitas diberikan kemudahan, dijaukan dari mara bahaya dan mohon lindungan seperti Sahur Lewu melindungi masyarakat yang ada di daerah tersebut, saya juga menghidupkan sebilah roko dan menyimpannya di Pasah Patahu. Sekian dulu tulisan ini karena pukul 13.00 WIB saya harus kekampus mengurusi beberapa berkas peryaratan yudisium yang belum rampung juga dan semoga ada perjalan kesempatan lagi melihat dan melaksanakan Ritual-Ritual yang ada di Hindu Kaharingan, terima kasih juga kepada Ranying Hatalla Langi sehingga saya bisa diberikan kesempatan untuk menulis mengenai indahnya ajaranMu. Menurut saya salah satu cara untuk menjaga warisan leluhur adalah dengan cara bertahan dan berpegang teguh kepada kepercayaan nenek Moyang yang dulu, yang disebut Agama Helu/Huran/Dulu. (RAI)

Saturday, July 8, 2017

Upacara Nahunan Hindu Kaharingan


sintungtelu.blogspot.co.id - Kali ini saya akan melanjutkan tulisan status di facebook, instagram dan twitter yaitu mengenai Upacara Nahunan, yang mana kali ini Upacara Nahunan dilakukan oleh keluarga kami yang berada di Desa Kasali Baru Kec. Banama Tinggang Kab. Pulang Pisau Prov. Kalimantan Tengah tepatnya daerah Kahayan, sebenaranya saat upacara Nahunan berlangsung saya sendiri belum berada di desa dan masih dalam perjalan, hal ini yang membuat sedikit sedih/galau karena tidak sempat melihat langsung prosesi ritual upacara Nahunan dengan kata lain untuk mendokumentasi pun tidak sempat, bingung dong mau kasih foto apa nih, tapi ya sudah lah jangan disesali lebih baik kita menuju pembahasan tentang Nahunan.

Keberagaman salah satu ciri khas yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia, tradisi, adat dan peninggalan ajaran leluhur membawa ciri khas tersendiri disetiap daerah seluruh Nusantara ini, terkhususnya suku Dayak di Kalimantan terkenal juga dengan ritual-ritual yang masih kental upacaranya yang sakral, pelaku Ritual ini adalah dari umat Hindu Kaharingan (Hinka) sendiri, yang masih berpegang teguh pada ajaran Ranying Hatalla Langit yang turun temurun dilakukan oleh leluhur sampai generasi sekarang.

Dalam hal ini Nahunan merupakan salah satu dari upacara keagaman Hinka, Nahunan sendiri merupakan Upacara Khas dari Hinka dalam hal pemberian nama untuk seorang Bayi, kalau mencari persamaan dengan Agama yang Non Hinka, seperti Kristen dikenal dengan Pembastisan dan kalau untuk Umat Islam disebut Tasmiyah.

Ajaran dalam Hinka tentang tata cara upacara Nahuhan atau pemberian nama bagi seorang bayi ini berpedoman pada firman Ranying Hatalla Langit yang dilakukan oleh Raja Uju Hakanduang bagi bayi Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut dan Kameluh Putak Bulau Janjulen Karangan.

Sebagaimana telah difirmankan Ranying Hatalla Langit (Panaturan, Pasal 53:Ayat 1) berfirman kepada Raja Uju Hakanduang  dia saat mereka melaksanakan Upacara pemberian nama bagi bayi Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut, perelatan yang disiapkan, adalah: satu batang pohon sawang, satu batang rotan, dan rotan ini panjangnya kurang lebih tiga depa, bagian ujungnya dibuatkan patung berbentuk wujud manusia, satu buah tombak rabayang, ketiga barang tesebut disatukan atau di ikat menjadi satu dengan menempatkan pula dibagian pangkalnya, yaitu: satu rumpun uru lewu, satu batang uru sambelum, satu batang uru tuntung, satu rumpun lagi uru kajalumpung; untuk pengikat kesemua itu dicari serat tengang bulau sangkalemu. Dan banyak lagi sarana yang harus dipersiapkan dan juga biasanya ada hewan kurban sebagai wujud syukur keluarga telah melaksanakan ritual Nahunan yang nanti sebagai lauk pauk disantap oleh orang banyak.

Dalam upacara Nahunan terakhir adalah dimana seorang ayah akan membawa pohon Sawang pada sore hari keluar menuju halaman rumah langsung menanamnya dibagian kanan arah keluar pintu rumah. Disitu Bawi Putir Santang langsung membawa Roh Sawang Tahunan bayi menuju Bukit Tunjung Nyahu di Batang Danum Banyahu Bulau, Guhung Mangkilat Hintan. Sawang Tahunan dari si bayi, hidup disana ditempati oleh Manuk Rimbun Bulau, yaitu Roh dari Tabuni (ari-ari) si bayi tadi dan di bukit Tunjung Nyahu, nama Sawang Tahunan tersebut disebut Sawang Tuntung Puser.

Tujuan dari Upacara Nahunan bukan hanya sebagai sarana untuk pemberian nama kepada bayi, Nahunan juga untuk membayar jasa bidan yang sudah membantu proses persalinan hingga bayi dapat lahir dalam keadaan selamat dan sehat. Tujuan ini pula tidak lepas dari kaitan dengan ritual yang lainnya, pemberian nama ini ambil contoh pengukuhan atau registrasi kartu Handphone, kartu Handphone mempunyai kode telepon atau nomor telepon masing-masing sehingga salah satu kerabat ingin menghubung kita akan lebih mudah. Begitu juga dalam hal pemberian nama ini ketika kita dalam keadaan sakit, lagi nyangiang, atau meminta doa, pasti nama kita ditanya, “namanya siapa ?”, agar dalam hal kita memanjat doa atau meminta penyembuhan tidak salah alamat atau salah sambung.


Dengan adanya pemberian nama selain bisa dikenal oleh masyarakat, juga bisa dikenal oleh, para Leluhur, Sahur Parapah, Antang Patahu, dan para Dewa menisfestasi Ranying Hatalla Langit. Masyarakat dayak yang masih menganut agama Helu/Hinka, hingga kini masih mempertahankan dan tetap untuk melestarikan peninggalan leluhur sebagai asset berharga yang dimiliki oleh Suku Dayak Hinka, karena Hinka mengajarkan bahwa hidup ini tidak jauh yang namanya proses, tidak ada yang instan, semua butuh proses, hidup butuh proses, mati butuh proses, dan kembali menyatu kepada Sang Penciptapun kita memerlukan proses, sehingga teori dan praktik sejalan dan teriring. (RAI)

Monday, July 3, 2017

Di Palangka Raya aka ada Ritual Tiwah lagi ?


sintungtelu.blogspot.co.id - Beberapa hari yang lalu mendengar beberapa informasi angin yang masih belum jelas benar apa tidaknya, pada hari senin, (3/7/17) bersama tiga orang sahabat sebut saja namanya Irvan, Hardiyono, dan Rollie. Kami melangkahkan kaki demi sebuah jawaban dan kepastian, dengan menunggangi sebuah kuda besi menuju lokasi yang dikatakan akan ada Ritual Tiwah Massal di salah satu Kecamatan di Kota Palangka Raya. Dengan membawa sebuah harapan hati yang ingin melihat prosesi Ritual Tiwah.

Sesampai di lokasi bertepatan di Balai Basarah yang dinamakan Balai Saramin Nahutu Sali Rabia Mahantis Paturung Kel. Kereng Bangkirai Kec. Sabagau Kota Palangka Raya. Dilokasi bisa dikatakan masih sunyi dari aktivitas entah itu dikarena kami datang sudah sore hampir malam atau ritualnya masih belum dimulai karena hanya terdepat beberapa orang disana yang kemungkinan keluarga yang ikut melaksanakan Tiwah sedang bersih-bersil lingkungan balai,  kami pun melanjutkan langkah kaki melihat beberapa persiapan ritual yang sudah disiapkan tapi masih belum terlihat Sapundu tempat mengikat hewan Kurban dan disana ada beberapa “pali” atau pantangan yang tidak boleh dilakukan saat Tiwah antaranya yang tidak boleh dimakan berupa sayuran kulat, ujau, bajei, singkah uwet/ bajugan/ru, kalakai, bua botong, tungkul munus/tungkul pisang/sangeh. Untuk hewan bahasa dayaknya metu berupa palanduk, karahau, bajang, bawui himba, handipe, metu jehantarap, bakei, beruk, buhis, kalasi, bajuku, bere, baning dan untuk jenis ikan yang dipalikan saluang, tampala, undang sahep, sapan, kalakasa, kakulung, tatawun, manjuhan dan tahuman.

Begitu juga ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan pada saat upacara atau di lokasi Tiwah seperti dilarang melakukan perbuatan asusila, mengeluarkan kata-kata jorok, berkelahi, melakukan judi, minum minuman keras yang sampai mengganggu kententraman dan ketertiban, jika ada yang melanggar pasti akan mendapatkan sanksi.

Tiwah sendiri merupakan rukun kematian tingkat akhir yang dilakukan oleh umat Hindu Kaharingan yang sampai sekarang masih diyakini. Tiwah adalah ritual untuk menghantarkan roh/arwah “liaw” leluhur atau sanak saudara yang sudah meninggal untuk disucikan sehingga bisa menyatu atau mengembalikannya kepada Sang Pencipta Ranying Hatalla Langit atau mengantarkan roh menuju surga dalam bahasa Sangiang “Lewu Tatau”.

Tiwah merupakan contoh nyata perilaku wujud dari bakti dan cinta kasih yang dilakukan oleh keluarga, sanak saudara, anak dan cucu yang masih hidup kepada orang tua atau orang yang sudah meninggal. Hal ini dilihat dari semangat gotong royong yang menjadi ciri khas kehidupan dan budaya Indonesia  terkhususnya suku Dayak. Terkadang saya mendengar perkataan sebagian orang yang hal ini kuan au au au, bahwa biaya untuk Tiwah mahal, rumit dilakukan harus ini dan itu dan lain sebagainya. Menurut saya mereka yang mengatakan hal itu tidak lain dan tidak bukan adalah mereka yang lupa akan wujud cinta kasih dan nilai gotong royong itu sendiri.

Padahal melakukan ritual tiwah tidak semahal dan seribet yang mereka kira jika semuanya dilandasi oleh nilai-nilai gotong royong, Tiwah bisa diadakan bersama-sama seperti yang sekarang yaitu Tiwah Masal. Dengan beberapa keluarga mengumpulkan uang bersama-sama untuk mengadakan upacara Tiwah dengan begitu saya rasa tidak akan menjadi beban dan jika memang mampu tidak salah menanggung semua sendiri. Ambil contoh saja biasanya yang di Tiwahkan mempunyai anak 10 lah kita ambil banyakknya belum lagi keluarga  dan cucu yang banyak dan sudah sukses, jika Tiwah memerlukan biaya 40 juta bagi 10 satu anak hanya 4 juta masih belum seberapa dibandingkan perjuangan orang tua yang sudah menghidukan dan membersarkan kita sehingga bisa menjadi sekarang dan apalagi dengan bantuan dan dukungan dari pemeritah sekarang sangat meringankan kita, dengan demikian menurut saya tidak ada alasan lagi Tiwah itu harus mengeluarkan uang yang banyak.

Kembali ke pembahasan, upacara Tiwah tidak ditentukan waktu pelaksanaan kapan ini bisa dilakukan sesuai  kesiapan dari keluarga yang ditinggalkan dan yang memimpin pelaksanaan upacara Tiwah pun  adalah para Rohaniawan Hindu Kaharingan yang di sebut “Basir” . puncak ritual Tiwah sendiri yaitu memasukkan tulang belulang yang digali dari kubur di cuci bersih dan sudah disucikan melalui ritual khusus ke dalam sandung. Namun sebelumnya terlebih dahulu digelar acara penombakan hewan kurban seperti kerbau, sapi, babi dan ayam yang nantinya akan dibersihkan dan dimasak bersama lalu menjadi lauk untuk dimakan oleh tamu undangan dan seluruh masyarakat yang hadir dari manapun berada tanpa terkecuali sabagai wujud sukur keluarga sehingga sudah bisa meniwahkan orang tau atau saudaranya yang sudah meninggal.


Biasanya Tiwah menjadi sasaran bagi wisatawan karena Tiwah juga menjadi daya tarik yang menurut mereka menjadi objek wisata yang unik dan khas yang hanya dilakukan oleh masyarakat dayak yang masih memegang keyakinan Kaharingan di Kalteng. Bagi yang ingin melihat prosesi ritual Tiwah bisa datang langsung ke lokasi, karena menurut informasi yang didapatkan  Tabuh pertama akan diadakan pada tanggal 20 Juli 2017 dan tabuh kedua 21 juli 2017, jangan lupa jaga etika dan sikap kita sebagai mana kita mencintai warisan leluhur karena disana terdapat beberapa hal yang boleh dan tidak boleh kita lakukan. (RAI)

Dari Kiri-Kanan Irvan, Hardiyono, Saya (RAI), Rollie